Sunday 23 September 2018

Faktor Hambatan Penyebab Kesulitan Belajar

      


Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya tetapi Slameto (1995:54) menggolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu “faktor  intern dan faktor ekstern. Faktor  intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu”.
a.       Faktor intern
1)      Motivasi
Motivasi berasal dari kata latin “moverei” yang berarti “dorongan” atau ”daya penggerak”. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mendorong gairah untuk melakukan sesuatu agar mau melakukannya lebih baik dengan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan. Pengertian dasar motivasi adalah keadaan internal organisme baik manusia atau hewan yang mendorongnya berbuat sesuatu.
Menurut Abin Syamsuddin Makmun (1996: 37) bahwa motivasi merupakan:
a)   Suatu kekuatan (power) atau tenaga (forces) atau daya (energy);atau
b)   Suatu keadaan yang kompleks (a complex state) dan kesiapsediaan (preparatory set) dalam diri individu (organisme) untuk bergerak (to move, motion, motive) ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari.
Seorang pengajar seringkali harus berhadapan dengan peserta didik yang berprestasi akademisnya tidak sesuai dengan harapan pengajar. Bila hal ini terjadi dan ternyata kemampuan kognitif peserta didik cukup baik, pengajar cenderung untuk mengatakan bahwa peserta didik tidak bermotivasi dan menganggap hal ini sebagai kondisi yang menetap.
Peserta didik yang tampaknya tidak bermotivasi, mungkin pada kenyataannya cukup bermotivasi tapi tidak dalam hal-hal yang diharapkan pengajar. Peserta didik cukup bermotivasi untuk berprestasi di sekolah, akan tetapi pada saat yang sama ada kekuatan-kekuatan lain, seperti teman-teman yang mendorongnya untuk tidak berprestasi di sekolah.
Jumlah motivator yang mempengaruhi peserta didik pada suatu saat yang sama dapat banyak sekali, dan motif-motif (yaitu faktor-faktor yang dapat membangkitkan dan mengarahkan tingkah laku) yang dibangkitkan oleh motivator-motivator tersebut mengakibatkan terjadinya sejumlah tingkah laku yang dimungkinkan untuk ditampilkan oleh seorang peserta didik.
Menurut Abin Syamsuddin Makmun (1996: 37) untuk keperluan studi psikologis telah diadakan penertiban dengan diadakan penggolongannya, antara lain sebagai berikut:
a)      Motif primer (primary motive) atau motif dasar (basic motive) menunjukan kepada motif yang tidak dipelajari (unlearned motive) yang untuk ini sering juga digunakan istilah dorongan (drive). Golongan motif ini pun dibedakan lagi kedalam:
(1)   Dorongan fisiologis (physiological drive) yang bersumber pada kebutuhan organis yang mencakup antara lain: haus, lapar, pernapasan, seks, kegiatan, dan istirahat. Untuk menjamin kelangsungan hidup organisme diperlukan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut sehingga dicapai keadaan fisik (physiological state or condition) yang seimbang (homeostatis).
(2)   Dorongan umum dan motif darurat, termasuk didalamnya dorongan takut, kasih sayang, kegiatan, kekaguman dan ingin tahu, dalam hubungannya dengan rangsangan dari luar, termasuk dorongan untuk melarikan diri (escape), menyerang (combat), berusaha (effort), dan mengejar (pursuit) dalam rangka mempertahankan dan menyelamatkan dirinya.
b)      Motif sekunder (secondary motives) menunjukan kepada motif yang berkembang dalam diri individu karena pengalaman, dan dipelajari (conditioning and reinforcement), yang termasuk golongan ini antara lain:
(1)   Takut yang dipelajari (learned fears).
(2)   Motif-motif sosial (ingin diterima, dihargai, konformitas, afiliasi, persetujuan, status, merasa aman, dan sebagainya).
(3)   Motif-motif objektif dan interest (eksplorasi, manipulasi).
(4)   Maksud (purposes) dan aspirasi.
(5)   Motif  berprestasi (achievement motive).

2)      Kebiasaan belajar
Kebiasaan belajar merupakan cara bertindak yang diperoleh melalui belajar secara berulang-ulang yang akhirnya menjadi menetap dan bersifat otomatis. Setiap siswa yang telah mengalami proses belajar kebiasaan-kebiasaannya akan tampak berubah, kebiasaan itu timbul karena proses penyusunan cenderungan respon dengan menggunakan stimulus yang berulang-ulang.
Perbuatan kebiasaan tidak memerlukan konsentrasi perhatian dan pikiran dalam melakukannya. Kebiasaan dapat berjalan terus, sementara individu memikirkan atau memperhatikan hal-hal lain. Kebiasaan belajar dapat diartikan sebagai cara atau teknik yang menetap pada diri siswa pada waktu menerima pelajaran, membaca buku, mengerjakan tugas dan pengaturan waktu.
Kebiasaan belajar cenderung menguasai perilaku siswa pada setiap kali mereka melakukan kegiatan belajar, sebabnya ialah karena kebiasaan yang mengandung motivasi yang kuat. Pada umumnya setiap orang bertindak berdasarkan force of habit sekalipun ia tahu, bahwa ada cara lain yang lebih menguntungkan. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan sebagai cara yang mudah dan tidak memerlukan konsentrasi dan perhatian lebih besar.
Sesuai dengan law of effect dalam belajar, perbuatan yang menimbulkan kesenangan cenderung untuk diulang. Oleh karen itu, tindakan berdasarkan kebiasaan bersifat mengkukuhkan (reinforcing). Cara belajar yang efisien adalah dengan usaha sekecil-kecilnya memberikan hasil yang sebesar-besarnya bagi perkembangan individu yang belajar. Mengenai cara belajar yang efisien, belum menjamin keberhasilan dalam belajar. Paling penting, siswa dalam mempraktikannya dalam belajar sehari-hari, sehingga lama-kelamaan menjadi kebiasaan, baik di dalam maupun di luar kelas.
b.      Faktor ekstern
1)      Lingkungan belajar
Lingkungan belajar oleh para ahli sering disebut sebagai lingkungan pendidikan. Lingkungan pendidikan adalah segala kondisi dan pengaruh dari luar terhadap kegiatan pendidikan. Berdasarkan pengertian dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud lingkungan belajar adalah tempat berlangsungnya kegiatan belajar yang mendapatkan pengaruh dari luar terhadap keberlangsungan kegiatan tersebut.
Macam-macam lingkungan belajar menurut Ki Hajar Dewantara, lingkungan pendidikan mencakup: “lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat” (Slameto, 1995:60). Ketiga lingkungan itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan yang akan mempengaruhi manusia secara bervariasi

analisa kesulitan belajar siswa



Ross dan Stanley (1956:332-341) menggariskan tahapan-tahapan diagnosis (the levels of diagnosis) itu sebagai berikut:
Who are the pupils having trouble ?
Siapa-siapa siswa yang mengalami gangguan ?
Where are the errors occur ?
Diamanakah kelemahan-kelemahan itu dapat dilokalisasikan ?
Why are the errors occurs ?
Mengapa kelemahan-kelemahan itu terjadi ?
What remedies are suggested ?
Penyembuhan-penyembuhan apakah yang disarankan ?
How can errors be prevented ?
Bagaimana kelemahan itu dapat dicegah ?

Dari langkah di atas, tampak bahwa keempat langkah yang pertama dari diagnosis itu merupakan usaha perbaikan (corrective diagnosis) atau penyembuhan (curative). Langkah yang kelima merupakan usaha pencegahan (preventive).
Burton (1952:640-652) menggariskan agak lain, yaitu berdasarkan kepada teknik dan instrumen yang digunakan dalam pelaksanaannya sebagai berikut:
a.      General diagnostic
Pada tahap ini lazim dipergunakan tes baku, seperti yang dipergunakan untuk evaluasi dan pengukuran psikologis dan hasil belajar. Sasarannya ialah untuk menemukan siapakah siswa yang diduga mengalami kelemahan tertentu.
b.      Analystic diagnostic
Pada tahap ini yang lazimnya digunakan ialah tes diagnostik. Sasarannya untuk mengetahui dimana letak kelemahan tersebut.
c.       Psychological diagnostic
Pada tahap ini teknik pendekatan dan instrumen yang digunakan antara lain:
1)      Observasi (controlled observation)
2)      Analisis karya tulis (analysis of wriyyen work)
3)      Analisis proses dan respon lisan (analysis of oral responses and accounts of procedures)
4)      Analisis berbagai catatan objektif (analysis of objectives record of various types)
5)      Wawancara (interviews)
6)      Pendekatan laboratoris dan klinis (laboratory and clinical metods)
7)      Studi kasus (case studies)

Sasaran kegiatan diagnosis pada langkah ini pada dasarnya ditujukan untuk memahami karakteristik dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan. Dari kedua model pola pendekatan di atas sehingga dapat dijabarkan ke dalam suatu pola pendekatan operasional sebagai berikut:

Abin Syamsudin Makmun (1996:209)

Operasionalisasi Variabel penelitian

1. Variabel dan hubungan Antar Variabel Variabel adalah karakteristik yang bisa diduplikasikan ke dalam sekurang-kurangnya dua klasifikasi a...